BAB I
KATA PENGANTAR
Di jaman sekarang ini banyak hal yang sangat berkembang
pesat seperti, tekhnologi yang berkembang dengan pesatnya, dan terus berkembang
seiring dengan bergulirnya jaman. Hal tersebut menuntut manusia menjadi pribadi
yang super sibuk dan tertutup karena cendrung manusia pada jaman modern saat
ini lebih asik dengan dunia yang mereka pilih sendiri dibandingkan dengan
berinteraksi serta berkomunikasi dengan pribadi-pribadi lainnya. Selain itu,
banyak sekali kebiasaan-kebiasaan yang ditinggalkan oleh para nenek moyang yang
perlahan-lahan luntur seiring dengan berjalannya jaman yang ada. Hal diatas
tersebut sangat berbanding terbalik dengan analogi bahwa manusia adalah mahkluk
sosial dan budaya. Oleh karena itu, penulis ingin membuat makalah tentang
“Manusia Sebagai Mahkluk Sosial dan Budaya”, yang mudah-mudahan bisa membangun
kembali rasa kesadaran bahwa kita sebagai manusia harus bisa menjadi sebagai
mahkluk sosial dan budaya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih banyak kepada para pihak yang telah membantu membuat makalah ini,
terutama kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kelancaran dalam
membuat makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat dan manfaat bagi para pembaca khususnya dan kepada masyarakat pada
umumnya.
Bogor, 25 november 2012
Penulis
BAB II
PENDAHULUAN
Manusia merupakan mahkluk yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai mahkluk sosial yang
membutuhkan bantuan satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan kodrat yang
sudah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan bermasyarakat pada jaman
sekarang ini sudah tidak seperti dulu, pada jaman sekarang masyarakat cendrung
hidup anti sosial dan mengabaikan budaya luhur yang tumbuh di sekitar kehidupan
bermasyarakat. Manusia lebih menutup dirinya dan tidak mau mengenal bahkan
berinteraksi karena menganggap tidaklah penting sebagai mahkluk sosial dan
berbudaya. Dampak negatif ini timbul akibat dari perkembangan jaman yang
melupakan nilai budi luhur kebudayaan bermasyarakat yang sudah di tanamkan oleh
para nenek moyang kita. Semestinya sebagai manusia, kita harus saling
tolong-menolong, menjaga hubungan baik dengan kerabat, dan terus menjaga
kebiasaan (budaya) yang ada.
Tujuan dari manusia harus tetap menjaga dirinya sebagai
mahkluk sosial dan budaya banyak sekali, sebagai contoh agar tidak ada
perpecahan yang ditimbulkan dari sifat anti sosial yang dapat merusak persatuan
dan kesatuan kita sebagai masyarakat di dalam satu negara, agar terciptanya
sifat tolong menolong di antara sesama manusia, dan agar manusia bisa menjaga tradisinya
agar tidak hilang di telan jaman. Oleh karena itu saya akan membahas tentang
manusia sebagai mahkluk sosial dan budaya, supaya pembaca mengetahui lebih
dalam tentang apa itu mahkluk sosial dan budaya.
BAB III
ISI
A. Pengertian
Manusia
sebagai mahkluk sosial
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis,
artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan
orang lain sehingga tercipta sebuah kehidupan yang damai.
Berikut ini adalah pengertian manusia sebagai mahkluk
sosial menurut para ahli:
• Dr.
JOHANNES GARANG
Makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu
hidup menyendiri.
• NANA
SUPRIATNA
Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan
menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang
disebut kebutuhan sosial (social needs)
• WALUYO
Makhluk sosial adalah makhluk yang selalu berinteraksi
dengan sesamanya, saling membutuhkan satu sama lain.
• ARISTOTELES
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti
menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain
• MOMON
SUDARMA
Makhluk sosial merupakan makhluk yang dalam kesehariannya
sangat membutuhkan peran makhluk yang lainnya.
• MUHAMMAD
ZUHRI
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup
hidup sedniri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya
dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain
• DELIARNOV
Makhluk sosial adalah makhluk yang mustahil dapat hidup
sendiri serta membutuhkan sesamanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
• LITURGIS
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan
satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau
makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia. Diperkuat dengan dalil Aristoteles mengatakan
Manusia itu Zoon Politicon yang artinya satu individu dengan individu lainnya
saling membutuhkan satu sama lain sehingga keterkaitan yang tak bisa dipisahkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang menurut Freud,super-ego pribadi manusia
sudah mulai dibentuk ketika ia berumur 5-6 tahun dan perkembangan super-ego
tersebut berlangsung terus menerus selama ia hidup. Super-ego yang terdiri dari
atas hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi itu tidak mungkin
terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya,
sehingga sudah jelas bahwa tanpa pergaulan sosial itu manusia itu tidak dapat
berkembang sebagai manusia seutuhnya.
Disamping sebagai makhluk yang unik, manusa juga menjadi
makhluk social. Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan
membutuhkan kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial ia memiliki tabiat
suka kerjasama dan bersaing sekaligus. Jika dalam bekerjasama dan bersaing
mereka berlaku fair (terbuka) maka harmoni sosial akan tercipta. Tetapi jika
mereka bersaing secara tidak fair (tertutup) maka konflik antar manusia bisa
terjadi. Sebagai makhluk social manusia merindukan harmoni social (perdamaian)
tetapi juga tak pernah berhenti dari konflik. Desain manusia sebagai makhluk
social bukan fikiran manusia, tetapi juga berasal dari Tuhan Sang Pencipta.
Kitab Suci penuh dengan pesan-pesan harmoni sosial; antara lain:
a. Bahwa manusia itu diciptakan Tuhan memiliki identitas
bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki oleh masing-masing etnis, tetapi perbedaan itu dimaksud untuk menjadi
sarana pergaulan, saling mengenal dan saling bekerjasama dalam kebaikan
(ta'aruf) (QS. al Hujurat : 13)
b. Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan
orang lain, dan bagaimana sosok kedirian seorang manusia terbentuk oleh
lingkungan yang menjadi sosiokulturnya. Manusia menjadi manusia jika ia
berkumpul dengan manusia. Manusia menjadi siapa tergantung pengalamannya dengan
siapa.
c. Bahwa di hadapan Tuhan, manusia diperlakukan sama
dalam martabat kemanusiaannya.Tuhan tidak memandang identitas etnis (bahasa,
warna kulit) dan sosok fisiknya sebagai suatu kelebihan. Hanya takwa (kualitas
rohani) manusia yang dinilai oleh Tuhan. (QS. al Hujurat:13). Tuhan tidak
menilai rupa dan warna kulit, tetapi hatinya yang dinilai (hadits).
d. Bahwa pergaulan sosial dan silaturrahmi dapat
menumbuhkan rasa indah dalam kehidupan serta menimbulkan suasana dinamis dan
merangsang pertumbuhan ekonomi.
e. Bahwa berfikir positif kepada orang lain akan
meringankan beban hidup. Sebaliknya buruk sangka dan curiga/berfikir negatip
kepada orang lain hanya akan mempersempit ruang lingkup pergaulan, memojokkan
diri sendiri. Berfikir negatip dan buruk sangka bukan hanya merugikan secara
psikologis, tetapi juga secara ekonomi, yakni menjadi kontra produktif.
f. Bahwa Tuhan yang Maha Pengasih itu telah memberi
kepada manusia begitu banyak kenikmatan yang tak terhitung jumlah dan nilainya
(al kautsar). Adanya perbedaan kapasitas pada manusia (pintar-bodoh, kaya
miskin, lancar-tersendat, dan sebagainya.) merupakan bagian dari ujian dan
tantangan hidup yang di dalamnya terkandung hikmah yang tak ternilai. Tanpa
bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak.
Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi
atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia
tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengharapkan suatu
penilaian dari orang lain.
c. Manusia
memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi
manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Tidak mungkinlah manusia mampu hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain. Dalam contoh lain, saat kita telah tiada di dunia
(meninggal), kitapun tentu saja membutuhkan bantuan orang lain untuk
menguburkan jenazah kita.
Proses Pembawaan Jenazah Ke Suatu Pemakaman
Dari gambar diatas, jelaslah dapat dilihat bahwa setelah
kita tiada di dunia pun kita tetap membutuhkan orang lain.
Manusia
sebagai mahkluk budaya
Manusia adalah mahluk berbudaya. Berbudaya merupakan
kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk yang paling
sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu manusia harus menguasai
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di muka bumi disamping
tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan nilai kebaikan,
kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi kemanusiaan. Selain itu
manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk menciptakan kebahagiaan bagi
semua makhluk Tuhan
Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan
menjawab tantangan hidupnya. Manusia menggunakan akal dan budinya dalam
berbudaya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan
manusia yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang
mampu mendukungnya.
Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan. Kroeber
dan Kluckholn (1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang
kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip
Konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan berbagai
mahluk hidup. Isu yang sangat penting adalah kemampuan belajar. Lebah melakukan
aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk
yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan
kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan
disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya.
Tingkah laku ini sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat
lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah
laku lebah akhirnya harus menunggu perubahan dalam gen. Hasilnya adalah tingkah-laku
lebah menjadi tidak fleksibel.
Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat
fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan
beradaptasi dengan apa yang telah dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya,
manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
Kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap
kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang, bukan saja dalam
banyaknya kebutuhan, namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang .
Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif
diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan
menguasai objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar dimungkinkan
oleh berkembangnya inteligensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi
manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung
dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan
dan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi
penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Manusia adalah mahluk yang berbudaya. Berbudaya merupakan
ciri khas kehidupan manusia yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia
dilahirkan dalam suatu budaya tertentu yang mempengaruhi kepribadiannya. Pada
umumnya manusia sangat peka terhadap budaya yang mendasari sikap dan
perilakunya.
Kebudayaan merupakan induk dari berbagai macam pranata
yang dimiliki manusia dalam hidup bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari
kompleksitas unsur-unsur kebudayaan. Ukuran etis dan tidak etis merupakan
bagian dari unsur-unsur kebudayaan. Manusia membutuhkan kebudayaan, yang
didalamnya terdapat unsur etika, untuk bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia
yang berbudaya adalah manusia yang menjaga tata aturan hidup.
Etika dapat diciptakan, tetapi masyarakat yang beretika
dan berbudaya hanya dapat diciptakan dengan beberapa persyaratan dasar, yang membutuhkan
dukungan-dukungan, seperti dukungan politik, kebijakan, kepemimpinan dan
keberanian mengambil keputusan, serta pelaksanaan secara konsekuen. Selain itu
dibutuhkan pula ruang akomodasi, baik lokal maupun nasional di mana etika
diterapkan, pengawasan, pengamatan, dan adanya pihak-pihak yang memelihara
kehidupan etika. Kesadaran etis bisa tumbuh karena disertai akomodasi.
Berbudaya, selain didasarkan pada etika juga terkandung
estetika di dalamnya. Jika etika menyangkut analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab, estetika membahas
keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya .
Hakikat kodrat manusia itu adalah :
1) sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki cipta,
rasa, dan karsa).
2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada
lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam), dan
3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan
baik manusia haruslah sejalan dan sesuai dengan hakikat kodratinya.
Manusia dipandang mulia atau terhina tidak berdasarkan
aspek fisiologisnya. Aspek fisik bukanlah tolak ukur bagi derajat
kemanusiaannya.
Hakikat kodrati manusia tersebut mencerminkan
kelebihannya dibanding mahluk lain. Manusia adalah makhluk berpikir yang
bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat alat karena sadar
keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo faber), manusia
mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat (homo socious) dan
berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha (homo economicus),
serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious), sedangkan hewan
memiliki daya pikir terbatas dan benda mati
cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk pada hukum alam.
Keunggulan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab berkat ketekunannya memantau berbagai gejala dan peristiwa alam.
Manusia tidak lagi menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang selesai, melainkan
sebagai peluang yang membuka berbagai kemungkinan. Setiap kenyataan mengisyaratkan
adanya kemungkinan. Transendensi manusia terhadap kenyataan yang ditemuinya
sebagai pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan kemampuannya yang paling
mendasari perkembangan pengetahuannya.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang
merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan
manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator”
terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan
kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai
manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Kebudayaan yang diciptakan dan dimiliki oleh manusia
mencerminkan pribadi manusia sebagai mahlu ciptaan yang paling sempurna
diantara yang lainnya. Kebudayaan yang terus berkembang di kehidupan
bermasyarakat dapat menjadi suatu tolak ukur dalam melihat betapa berbudayanya
masyarakat di dalam suatu Negara.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia
pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara
tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang
tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki dua macam
sistem budaya yang sama-sama harus dipelihara dan dikembangkan, yakni sistem
budaya nasional dan sistem budaya etnik lokal. Sistem budaya nasional adalah
sesuatu yang relatif baru dan sedang berada dalam proses pembentukannya. Sistem
ini berlaku secara umum untuk seluruh bangsa Indonesia, tetapi sekaligus berada
di luar ikatan budaya etnik lokal.
Nilai-nilai budaya yang terbentuk dalam sistem budaya
nasional bersifat prospektif, misalnya kepercayaan religius kepada Tuhan Yang
Maha Esa; pencarian kebenaran duniawi melalui jalan ilmiah; penghargaan yang
tinggi atas kreativitas dan inovasi, efisiensi tindakan dan waktu; penghargaan
terhadap sesama atas dasar prestasinya lebih daripada atas dasar kedudukannya;
penghargaan yang tinggi kepada kedaulatan rakyat; serta toleransi dan simpati
terhadap budaya suku bangsa yang bukan suku bangsanya sendiri.
Nilai-nilai tersebut menjadi bercitra Indonesia karena dipadu dengan
nilai-nilai lain dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai
sistem budaya etnik lokal. Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat
dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secara nasional.
Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.
Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi
penciptaan-penciptaan baru, seperti dalam bahasa, seni, tata masyarakat, dan
teknologi, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.
Kebudayaan di Indonesia sangat beragam karena memiliki
banyak perbedaan antar manusia yang berada di tanah inonesia, namun Indonesia
mempunyai semboyan bhineka tunggal ika yang diartikan walaupun berbeda – beda
tetapi tetap satu . pada setiap daerah memiliki adat istiadat yang berbeda –
beda pula, itulah yang membedakan aturan – aturan di tiap daerah . seperti suku
asmat di papua dengan pakaian khas bagi kaum laki laki yang menggunakan koteka
dan bahkan penduduknya ada juga yang
tidak memakai busana, tetapi hal itu tidak di langgar karena sudah menjadi
tradisi disana . apabila hal seperti itu ada di daerah Jakarta sudah dapat
dipastikan sudah melanggar aturan hukum
yang berlaku . seperti itulah mengapa peraturan di setiap daerah di Indonesia
cukup beragam . budaya di Indonesia sangat kuat karena adanya budaya yang turun
– temurun dari nenek moyang hingga sekarang . dan masih banyak acara adat di
berbagai daerah untuk melestarikan budayanya masing – masing daerah .
Perilaku manusia berbudaya adalah perilaku yang dijalankan
sesuai dengan moral, norma-norma yang berlaku dimasyarakat, sesuai dengan
perintah di setiap agama yang diyakini, Dan sesuai dengan hukum Negara yang
berlaku. Dalam berperilaku, manusia yang berbudaya tidak menjalankan
sikap-sikap atau tindakan yang menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa
norma- norma yang ada di masyarakat maupun hokum yang berlaku.
Oleh karena itu sifat manusia yang berbudaya itu yang
harus dimiliki setiap manusia khususnya bangsa Indonesia yang dikenali sebagai
Negara yang besar dengan banyaknya budaya yang dimiliki. Jadilah manusia yang
memiliki budaya yang tinggi yang menjadikan manusia tersebut sebagai manusia
yang berbudaya dan tentu manusia yang berbudaya itu pasti juga manusia yang
berpendidikan, akan tetapi sebaliknya manusia yang berpendidikan itu belum
tentu dia manusia yang berbudaya. Banyak contoh di negara ini manusia yang
pintar atau berpendidikan yang melakukan banyak tindak kejahatan atau
menyimpang contohnya seperti korupsi. Itu semua terjadi karena mereka tidak
menjadi manusia yang berbudaya Dan akibatnya mereka tidak memiliki moral,
kejujuran, Dan rasa tanggung jawab.
Karena itu jadilah manusia yang berbudaya. Dengan menjadi
manusia yang berbudaya maka masyarakat akan memiliki sikap yang berakal budi,
bermoral, sopan dan santun dalam menjalani kehidupan diri sendiri ataupun
berbangsa dan bernegara. Sikap Dan sifat manusia yang berbudaya itu juga yang
akan menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang besar yang memiliki jati diri
sendiri sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat.